Minggu, 30 Oktober 2016

Sistem Informasi Psikologi Tugas 2

Nama : Nurfahsyahbani Ramitha
NPM : 16513654
Kelas : 4PA06
Sistem Informasi Psikologi Tugas 2
A.  Elemen dan Karakter Sistem
1)      Elemen Sistem
Menurut Raymond McLeod Jr. (2001) menyebutkan: Tidak semua sistem memiliki kombinasi elemen-elemen yang sama, tetapi ia merupakan suatu susunan dasar sebagaimana yang diperlihatkan dalam gambar berikut ini :

Sumber daya input diubah menjadi sumber daya output. Sumber daya mengalir dari elemen input melalui elemen transformasi ke elemen output. Suatu mekanisme pengendalian memantau proses transformasi untuk meyakinkan bahwa sistem tersebut memenuhi tujuannya. Mekanisme pengendalian ini dihubungkan pada arus sumber daya dengan memakai suatu lingkaran umpan balik (feedback loop) yang mendapatkan informasi dari output sistem dan menyediakan informasi bagi mekanisme pengendalian. Mekanisme pengendalian membandingkan sinyal-sinyal umpan balik dengan tujuan dan mengarahkan sinyal pada elemen input jika sistem operasi memang perlu diubah.


·         Tujuan. Sistem harus mengarah ke satu atau beberapa tujuan. Apakah suatu sistem dapat memberikan ukuran waktu, daya listrik, atau informasi, sistem tersebut tetap harus mengarah ke suatu tujuan. Jika sebuah sistem tidak lagi mengarah ke sebuah tujuan, maka sistem itu harus diganti
·         Mekanisme pengendalian (control mechanism). Diwujudkan dengan menggunakan umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran. Umpan balik ini digunakan untuk mengendalikan baik masukan maupun proses. Tujuannya adalah untuk mengatur agar sistem berjalan sesuai dengan tujuan .
·         Pemasukan (Input). Input merupakan segala sesuatu yang masuk kedalam suatu sistem. Input dapat berupa energi, manusia, data, modal, bahan baku, layanan dan lainnya. Input merupakan pemicu bagi sistem untuk melakukan proses yang diperlukan.
·         Proses. Merupakan perubahan dari input menjadi output. Proses bisa dilakukan oleh mesin atau orang, ataupun computer. Kombinasi input serta urutan yang berbeda untuk menghasilkan output yang bermacam-macam menjadikan proses itu sangat kompleks. Proses mungkin berupa perakitan yang menghasilkan satu macam output dari berbagai macam input yang disusun berdasarkan aturan tertentu.
·         Output. Ooutput merupakan hasil dari suatu proses yang merupakan tujuan dari keberadaan sistem. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya.

2)      B.    Karaktersistik Sistem
Untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, maka perlu membedakan unsur-unsur dari sistem yang membentuknya. Berikut adalah karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu sistem dengan lainnya:
a)Memiliki komponen (component). Kegiatan atau proses dalam suatu sistem yang mentransformasikan input menjadi bentuk setengah jadi (output). Komponen bisa berupa subsistem dari sebuah sistem.
b)         Memiliki Batasan (boundary). Penggambaran dari suatu elemen atau unsur mana yang termasuk di dalam sistem dan mana yang di luar sistem
c)Lingkungan (environment). Segala sesuatu diluar sistem, lingkungan yang menyediakan asumsi, kendala dan input terhadap suatu sistem.
d)        Penghubung (interface). Tempat di mana komponen atau sistem dan lingkungannya bertemu atau berinteraksi
e)Masukan (input). Sumber daya (data, bahan baku, peralatan, energi) dari lingkungan yang dikonsumsi dan dimanipulasi oleh suatu sistem.
f)     Keluaran (outpu). Sumber daya atau produk (informasi, laporan, dokumen, dan tampilan) yang disediakan untuk lingkungan sistem oleh kegiatan dalam suatu sistem
g)         Pengolahan sistem (process). Suatu sistem dapat mempunyai suatu bagian pengolah yang akan mengubah masukan menjadi keluaran
h)         Sasaran atau tujuan. Tujuan yang ingin dicapai oleh sistem, akan dikatakan berhasil apabila mengenai sasaran atau tujuan.

B. Model Sistem Informasi Psikologi (Secara Manual)
Dalam penerapannya antara sistem informasi dan psikologi dapat kita lihat dalam pemrosesan hasil skor dalam tes psikologi. Teknologi sudah semakin canggih dan penskoran tes pun sudah dapat kita lakukan melalu komputer. Contohnya adalah penskoran pada tes IST (Intelligenz Structure Test). Selain penskoran terdapat pula tes-tes psikologi secara online yang dapat langsung kita lihat hasilnya, seperti PAPI Kostick test, Pauli test, dan SPSS, dimana test-test diatas berhubungan dengan Sistem Informasi.
·         PAPI Kostick Test
Tes PAPI Kostik di buat oleh Guru Besar Psikologi Industri asal Massachusetts, Amerika, Dr. Max Martin Kostick, pada awal tahun 1960-an. PAPI Kostick mengukur dinamika kepribadian (psychodynamics) dengan memperhatikan keterkaitan dunia sekitarnya (environment) termasuk perilaku dan nilai perusahaan (values) yang diterapkan dalam suatu perusahaan / situasi kerja dalam bentuk motif (need) dan standar gaya perilaku menurut persepsi kandidat (role) yang terekam saat psikotest.
Di Indonesia diperkenalkan sekitar tahun 1980 dan berkembang dengan cepat menjelang akhir 1990-an yang berbentuk Self report inventory. PAPI sekarang digunakan oleh lebih dari 1000 perusahaan di dunia. Tersedia dalam 25 bahasa, dapat dikerjakan secara online, serta CD-Rom installable. Tes ini merupakan salah satu tes kepribadian yang tercermin dalam tingkah laku yang didasarkan pada kategorisasi. Papi mengukur role dan need individu dalam kaitannya dengan situasi kerja. Dengan mempelajari Papi Kostick, maka kita akan banyak memperoleh informasi mengenai profile individu baik dari segi tipologi kepribadiannya, maupun dalam kontek pekerjaannya.

Secara singkat, PAPI Kostick merupakan laporan inventori kepribadian (self report inventory), terdiri atas 90 pasangan pernyataan pendek berhubungan dalam situasi kerja, yang menyangkut 20 aspek keribadian yang dikelompokkan dalam 7 bidang: kepemimpinan (leadership), arah kerja (work direction), aktivitas kerja (activity), relasi social (social nature), gaya bekerja (work style), sifat temperamen (temperament), dan posisi atasan-bawahan (followership).

Senin, 10 Oktober 2016

Sistem Informasi Psikologi Tugas 1

Nama: Nurfahsyahbani Ramitha
NPM : 16513654
Kelas : 4PA06
Tugas 1 Pengertian system informasi psikologi

Sistem Informasi Psikologi
A. Pengertian Sistem Informasi
1.      Pengertian Sistem Informasi
a.      Menurut John F. Nash (1995)
Sistem Informasi adalah kombinasi dari manusia, fasilitas atau alat teknologi, media, prosedur dan pengendalian yang bermaksud menata jaringan komunikasi yang penting, proses atas transaksi-transaksi tertentu dan rutin, membantu manajemen dan pemakai intern dan ekstern dan menyediakan dasar pengambilan keputusan yang tepat.
b.      Menurut Kertaha
Sistem informasi adalah suatu alat untuk menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi penerimanya. Tujuannya adalah untuk menyajikan informasi guna pengambilan keputusan pada perencanaan, pemrakarsaan, pengorganisasian, pengendalian kegiatan operasi suatu perusahaan yang menyajikan sinergi organisasi pada proses.
c.       Menurut Rommey (1997) 
Sistem Informasi adalah cara-cara yang diorganisasi untuk mengumpulakn, memasukkan, mengolah, dan menyimpan data dan cara-cara yang diorganisasi untuk menyimpan, mengelola, mengendalikan dan melaporkan informasi sedemikian rupa sehingga sebuah organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d.      Menurut Erwan Arbie
Sistem informasi adalah sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, membantu dan mendukung kegiatan operasi, bersifat manajerial dari suatu organisasi dan membantu mempermudah penyediaan laporan yang diperlukan.
B. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan Yunani yaitu “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologis (arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya. Dengan singkat di sebut ilmu jiwa.

C. Pengertian Sistem Informasi Psikologi
Dari penjelasan diatas,  dapat disimpulkan bahwa pengertian sistem informasi psikologi adalah suatu sistem yang menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan ilmu psikologi yang dapat dijadikan untuk meningkatkan penguna dalam pengambilan suatu keputusan terhadap penelitian, perencana, dan pengelolaan. Contoh dari sistem informasi psikologi yang berbasis komputer adalah situs theinkblot.com. Pada situs ini, terdapat penyajian tes Rorschach online. Psikologi sendiri berbicara tentang manusia. jika digabungkan, sistem informasi psikologi mencangkup : Hardware, Software, People, Procedurs , Data dan manusia. Hardware dan software sebagai mesin sedangkan prosedur dan manusia sebagai pelaku, Dan data berfungsi sebagai jembatan dari keduanya. Sistem informasi bisa dimanfaatkan oleh pelaku psikologi untuk membantu mereka saat penghitungan skor dalam beberapa tes psikologi.

Daftar Pustaka :
- Ladjamudin, Bin Al-Bahra. (2005). Analisis dan desain sistem informasi. Graha Ilmu :  Yogyakarta.
- Basuki, A. M. Heru. (2008). Psikologi umum. Depok: Universitas Gunadarma
- http://www.beritaterhangat.net/2012/08/defenisi-dan-pengertian-sistem-menurut.html tanggal akses 9/10/16


Jumat, 01 Juli 2016

MAKALAH PSIKOTERAPI (SOFTSKILL) TEORI HUMANISTIK

MAKALAH PSIKOTERAPI
MAKALAH INI DI TUJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PSIKOTERAPI (SOFTSKILL)
TEORI HUMANISTIK

Description: Description: gg.jpg

DI SUSUN OLEH :
NAMA : NURFHSYAHBANI RAMITHA
KELAS : 3PA06
NPM : 16513654

Universitas Gunadarma
Depok
A.    Teori humanistik
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Terapi eksistensial berpacu pada bahwa manusia tidak bisa lepas dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan eksistensial humanistik mengutamakan pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial humanistik yang menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesame, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya.
Konsep utama dari terapi humanistik eksistensial itu ada tiga hal yang pertama kesadaran diri yang dimana manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan, semakin kuat kesadaran diri seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu, kesadaran untuk memilih alternative-alternatif itu memutuskan secara bebas dalam batasannya, kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab, manusia bertanggung jawab atas keberadaannya dan nasibnya. Yang kedua ada kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan yang dimana kesadran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Lalu ada penciptaan makna yang diartikan manusia itu unik yang dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesame dalam suatu cara yang bermakna, karena manusia adalah makhluk rasional.
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu  potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manuisa atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia, bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi, dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh insting ini dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.

Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Berikut adalah para tokoh dalam aliran psikologi humanistik. 3 tokoh aliran humanistik akan disinggung, namun demikian tokoh humanistik yang menjadi fokus dalam paper ini adalah Carl Rogers.
B.     Tokoh-Tokoh Teori Humanistik
1)      Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.

2)      Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.

3)      Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers  (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.
Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
 a) Kognitif (kebermaknaan)
 b) experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Kecewa karena tidak bisa menyatukan psikiatri dengan psikolog, Rogers pindah ke California tahun 1964 dan bergabung dengan Western Behavioral Science Institute. Ia lalu mengembangkan teorinya ke bidang pendidikan. Selain itu ia banyak memberikan workshop di Hongaria, Brazil, Afrika Selatan, dan bahkan ke eks Uni Soviet.  Rogers wafat pada tanggal 4 Februari 1987.
C. Teori Humanistik Carl Rogers
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid (student-centered),  teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.

Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia karena manusia mempunyai potensi-potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap, dan cara hidup yang menempatkan nilai-nilai manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri, dan kapasitas untuk merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
Asumsi dasar teori Rogers adalah:
-         Kecenderungan formatif
Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
-         Kecenderungan aktualisasi
Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Struktur Kepribadian
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, dan ada tiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya: Organisme, Medan fenomena, dan self.
1. Organisme
Pengertian organisme mencakup tiga hal:
-          mahkluk hidup
organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya dan merupakan tempat semua pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai kejadian yang terjadi dalam diri dan dunia eksternal
-          Realitas Subyektif
Oranisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
-          Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan pengalaman, baik yang internal maupun eksternal, baik disadari maupun tidak disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
3. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan-potongan pengalaman membentuk kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya  begitu bayi mulai belajar apa yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk, maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual, sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh, akan kesadaran dan ketidak-sadaran, psikis dan kognitif.
Diri dibagi atas 2 subsistem :
·        Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
·        Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri.
Terjadinya kesenjangan antara akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.

Menurut Carl Rogers ada bebeapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu:
Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
-         Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
-         Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh struktur diri.
-         Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh konsep diri.
Kebutuhan
-         Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara, dan keamanan , sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis dan menolak untuk berkembang.
-         Peningkatan diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk belajar dan berubah.
-         Penghargaan positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai, atau diterima oleh orang lain.
-         Penghargaan diri yang positif (positive self-regard)
Berkembangannya kebutuhan akan penghargaan diri (self-regard) sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self-regard.


Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
-         ada ketidak seimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri organis.
-         Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya.
-         Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak menjadi ancaman.

Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah  penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri, sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.
Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik. Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul mendadak atau dapat pula muncul bertahap.
Dinamika Kepribadian
1. Penerimaan Positif (Positive Regard) →  Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif  kepada orang lain.
 2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence) →  organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.

  3. Aktualisasi Diri (Self Actualization)  →  Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).
Perkembangan Kepribadian
Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orangyang mendorong orang untuk semakin kompleks, ekspansi, sosial, otonom, dan secara keselutuhan semakin menuju aktualisasi diri atau menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person)
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi    sepenuhnya:
Terbuka untuk mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam, baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual menimbulkan rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.
Hidup menjadi (Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang menjadi fleksibel, adaptable, toleran, dan spontan.
Keyakinan Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku. Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom).
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri, tanpaperasan tertekan atau terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin dikerjakannya.
Kreatifitas (Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.
Terapi yang Diberikan
Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris dalam teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah. Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai person-centered theory.
D. Contoh kasus :
Leon seorang mahasiswa, mungkin melihat dirinya sebagai dokter masa depan, tetapi  nilainya yang dikeluarkan dari sekolah kedokteran ternyata dibawah rata-rata. Perbedaan antara dengan apa Leon melihat dirinya (konsep diri) atau bagaimana ia ingin melihat dia (ideal konsep diri) dan realitas kinerja akademis yang buruk dapat menyebabkan kegelisahan dan kerentanan pribadi, yang dapat memberikan motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi. Leon harus melihat bahwa ada masalah atau tidak pada dirinya. Leon pesimis untuk menghadapai penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi perubahan dirinya. Konseling berlangsung, klien dapat mengeksplorasi lebih luas keyakinannya dan perasaan (Rogers, 1967). Mereka dapat mengekspresikan ketakutan mereka, rasa bersalah kecemasan, malu, kebencian, kemarahan, dan lain sebagainya. emosi telah dianggap terlalu negatif untuk menerima dan memasukkan ke dalam diri mereka. Dengan terapi, orang disortir kurang dan pindah ke penerimaan yang lebih besar dan integrasi perasaan yang saling bertentangan dan membingungkan. Mereka semakin menemukan aspek dalam diri mereka yang telah disimpan tersembunyi.
Sebagai klien merasa dimengerti dan diterima, mereka menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap pengalaman mereka. Karena mereka merasa lebih aman dan kurang rentan, mereka menjadi lebih realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang lebih besar, dan menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang lain. Individu dalam terapi datang untuk menghargai diri mereka lebih seperti mereka, dan perilaku mereka menunjukkan lebih banyak fleksibilitas dan kreativitas. Mereka menjadi kurang peduli tentang memenuhi harapan orang lain, dan dengan demikian mulai berperilaku dengan cara yang lebih benar untuk diri mereka sendiri. Mereka bergerak ke arah yang lebih berhubungan dengan apa yang mereka alami pada saat ini, kurang terikat oleh masa lalu, kurang ditentukan, lebih bebas untuk membuat keputusan, dan semakin percaya diri masuk untuk mengelola kehidupan mereka sendiri.
Dari contoh kasus Leon dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu alasan klien mencari terapi adalah perasaan tidak percaya diri, dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau secara efektif mengarahkan hidup mereka sendiri. Leon diarahkan supaya melihat kepotensian diri dia yang sebenarnya, terapi difokuskan ke saat yang sekarang agar Leon dapat melanjtukan hidupnya.
Dari contoh kasus tersebut inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapi yang kapasitas untuk sadar akan dirinya, meningkatkan kesadaran diri yang memotivasi atau mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup individu itu (Baldwin, 1987). 






DAFTAR PUSTAKA
Corey Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama

Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT Rafika Aditama

Minggu, 10 Januari 2016

REVIEW JURNAL KEPUASAN KERJA

REVIEW JOURNAL KEPUASAN KERJA


By:
Kelompok Pisang
1. Adam Prasentiatara `                    (10513117)
2. Dhea Zahra A                                  (12513220)
3. Mega Elvira                                     (15513384)
4. Nurfahsyahbani R                           (16513654)
5. Ridho Maulana H                           (17513625)







Kelas 3PA 06
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015






Judul Jurnal       :  KEPUASAN KERJA PETUGAS KESEHATAN 
                              DI INSTALASI RAWAT INAP RS ISLAM
                              FAISAL MAKASSAR 2012

Jurnal                 :  Jurnal AKK

Penulis                :   Andi Tenri Sanna Ilma
                      Asiah Hamzah
                      Ridwan Amiruddin

Vol                       : Vol. 1

Tahun                  : September 2012















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang melayani pasien dengan berbagai jenis pelayanan. Oleh karena itu, agar dapat terus mengembangkan dirinya dan untuk kelangsungan hidup organisasi, manajemen rumah sakit perlu melakukan perubahan (Iswanti, 2004). Sebenarnya sebuah organisasi harus menghadapi dua macam customer sekaligus, yakni secara internal adalah para karyawan dan secara eksternal adalah konsumen atau pelanggan. Jadi kalau organisasi ingin memberi layanan yang unggul terhadap customer, maka peningkatan kualitas layanan harus dilakukan pula secara internal (internal service quality) dan secara eksternal (external service quality). Peningkatan kualitas layanan secara internal akan berdampak pada kepuasan kerja (job satisfaction) para karyawan, selanjutnya kepuasan kerja ini akan mempengaruhi kualitas layanan eksternal kepada pelanggan, dan akhirnya para pelanggan akan memperoleh kepuasan atas layanan organisasi tersebut.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis informasi mendalam tentang  
     konsep – konsep desain tempat kerja & pekerjaan, seleksi & pengembangan,
    kompensasi dan sarana & prasarana penunjang pelayanan.

C. Metode Penelitian
Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan di RS Islam Faisal Makassar. Jenis penelitian yang dilakukan adalah kualitatif. Informan Penentuan informan dilakukan dengan Teknik Snowball Sampling. Informan terdiri dari Kepala Seksi Keperawatan dan Kepala Seksi Tata Ruang & Personalia sebagai informan kunci, dan triangulasi kepada Kepala Ruang Perawatan, Perawat, Kepala Seksi Pelayanan & Penunjang Medis, dan Kepala Seksi Administrasi & Sekretaris sebagai informan tambahan.


BAB II
ISI

A.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik yang di gunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data adalah kualitatif dengan wawancara mendalam dan Teknik Snowball Sampling.
           
B.     Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsep desain tempat kerja & pekerjaan nampak bahwa Lingkungan kerja nyaman, representatif, aman, kondusif, dan memberikan kepuasan bagi petugas kesehatan yang bekerja, kondisi kerja dalam hal hubungan kerja baik, namun hubungan kerja atasan dengan bawahan terkendala dengan masalah kedisiplinan tenaga perawat yang sering melalaikan tanggungjawab shift kerja. Petugas kesehatan memiliki identitas tugas dalam artian mengerjakan pekerjaan dan tanggungjawab sesuai dengan prosedur kerja SK Direktur No. 122/A.6/RSIF/XII/2008, serta diberikan otonomi dalam batas tertentu di setiap unit kerja, tetapi tetap mengetahui unit – unit yang lain dan berkonsultasi serta ada garis koordinasi langsung dari pimpinan sebagai pengambil keputusan tertinggi di RS. Pada konsep seleksi dan pengembangan nampak bahwa proses rekrutmen dilakukan sesuai dengan prosedur, mulai dari penerimaan berkas lamaran, tes tertulis, tes wawancara sampai pada tes keagamaan termasuk mengaji. Namun, proses rekrutmen diutamakan bagi mereka yang berpengalaman kerja, sudah memiliki SIP (Surat Izin Praktek) dan bertahap bahkan sempat mengalami perubahan yang dahulu menerima lamaran dari karyawan lepas, sekarang diawali dengan pemberian magang, honorer, kontrak, lalu menjadi tenaga tetap, semua didasarkan pada kinerja dan masa kerja petugas kesehatan, pelatihan dan dan pengembangan petugas kesehatan belum merata dan maksimal diberikan kepada semua tenaga perawat maupun non medis, hanya didasarkan atas kebutuhan unit – unit spesifik, dan bagi orang – orang tertentu saja dengan masa kerja yang sudah lama, karena dilihat berdasarkan kriteria pengabdian, tingkat loyalitas, dan risiko untuk pindah, biayanya pun tidak dianggarkan 5% dari anggaran RS, karena disesuaikan dengan pendapatan RS, hanya diberikan secukupnya saja, misalnya untuk biaya transport, dll, sehinggan tidak jarang petugas kesehatan yang mengikuti pelatihan harus membiayai dirinya sendiri karena bukan diutus oleh RS, padahal mereka sangat memerlukan pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan mutu sumber daya manusia. Pada konsep sistem kompensasi nampak bahwa sistem kompensasi (insentif) dirasakan masih sangat kurang bagi petugas kesehatan baik medis maupun nonmedis, pemberian insentif pun diberikan berdasarkan tanggungjawab, pendidikan, dan masa kerja, padahal seharusnya bagi perawat pelaksana yang mendapat paling banyak insentif karena beban kerja mereka yang cukup berat. Insentif ada yang berasal dari jasa perawatan, insentif yang langsung masuk daftar gaji, dan insentif per bulan yang diambil dari sumber – sumber pendapatan yang dibagikan minimal 3 (tiga) bulan, reward (penghargaan) belum maksimal seperti yang diharapkan, reward diberikan hanya sekali pada kepemimpinan terdahulu melalui Karyawan Teladan, mendapat bonus 1 (satu) bulan gaji, itupun hanya bagi mereka yang bekerja lebih dari 20 (dua puluh) tahun ke atas. Namun, sejak pergantian pimpinan reward diberikan bonus umroh melalui pengundian dan melihat masa kerja serta tingkat loyalitas yang tinggi.  Pada konsep sarana dan peralatan penunjang nampak bahwa sarana dan peralatan penunjang juga masih kurang memadai, dari segi ketidaksesuaian jumlah tenaga dengan jumlah tempat tidur, dari jumlah tempat tidur dan jumlah ruang perawatan yang juga masih kurang sehingga sering terjadi penolakan pasien, bahkan sampai pada kurangnya peralatan EKG untuk operasi dan GP (ganti perban) untuk pasien, mereka harus meminjam dari ruangan lain, dan tentu saja akan menghambat pemberian pelayanan kepada pasien, ada beberapa barang yang sudah tidak layak pakai seperti tempat tidur dan bantal yang mulai usang, WC yang kotor, komputer yang harus diganti, yang bahkan tidak jarang kurang cepat mendapat jawaban/respon dari pihak manajemen/pimpinan untuk segera menambahkan kekurangan alat dan menggantikan beberapa sarana dan peralatan penunjang yang sudah tidak layak pakai.

BAB III
          Penutup

Kesimpulan dan saran
Penulis menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan internal sudah cukup memberikan kepuasan kerja bagi petugas kesehatan dalam hal lingkungan kerja yang nyaman dan representatif, tetapi hubungan kerja yang bermasalah antara atasan dan bawahan, dimana bawahan yang kurang disiplin yang sering melalaikan tanggungjawabnya menyebabkan atasan sering menegur dan ingin menindaktegas, namun masih menjaga hubungan baik. Semua petugas kesehatan sudah bekerja sesuai dengan prosedur tetap yang dikeluarkan oleh pimpinan RS. Proses seleksi sudah mengikuti prosedur tetap, diberikan magang terlebih dahulu, kemudian honor, kontrak baru bisa diangkat menjadi tenaga tetap dengan melihat masa kerjanya. Pelatihan dan pengembangan masih belum maksimal merata dilaksanakan. Pemberian insentif dan reward juga dirasakan masih sangat kurang. Kelengkapan dan kelayakan peralatan penunjang juga dirasakan masih sangat kurang yang menjadi kendala terhadap pemberian pelayanan kepada pasien. Diharapkan adanya peningkatan kesejahteraan petugas kesehatan dan peningkatan persediaan peralatan penunjang seperti ruang perawatan, tempat tidur, peralatan penunjang lain lebih ditingkatkan agar bisa memberikan kepuasan kerja petugas kesehatan dan peningkatan kepuasan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Akustia, Eny.(2001). Pengaruh Karakteristik dan Faktor Kondisi Pekerjaan     
         Dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Pati. Semarang.

Amran, Tiena Agustina. (2009). Analisis Model Kepuasan Kerja dalam  
        Organisasi Jasa dengan Struktural Equation Modelling (SEM). Universitas
        Trisakti.Eksekutif, Volume 6 N0.1.

Andini, Rita. (2006). Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja,
         Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention. Semarang

Arifin, Bey. (2003). Pengaruh Faktor-Faktor Kepuasan Komunikasi Terhadap
         Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada 3 Rumah Sakit Swasta di Kota
         Semarang). Program Magister Manajemen Pascasarjana, Universitas
         Diponegoro. Semarang

Brannen, Julia. (2005). Memadu Metode Penelitian-Kualitatif & Kuantitatif.
         Yogyakarta:Pustaka Belajar

Efendi. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia : Pengadaan,
         Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas
         Pegawai. Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia.

Hamsyah, Arir.(2004).Analisis Pengaruh Suasana Kerja Terhadap Tingkat
          Kepuasan Kerja Perawat di Bangsal Rawat Inap RSU Ungaran Semarang.

Haerawati, Susi. (2006). Analisis Faktor-Faktor Manajemen yang Berpengaruh
         Terhadap Kepuasan Kerja Dokter di Rumah sakit Umum Daerah Kota
          Semarang. Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi
          Administrasi Rumah Sakit. Universitas Diponegoro. Semarang

Iswanti, D. S. (2004).Analisis Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
            Kepuasan Kerja Tenaga Medis Poliklinik Rawat Jalan RSUD Tugurejo.
          Semarang.
Johan, Rita. (2002). Kepuasan Kerja Karyawan dalam Institusi Pendidikan.
          Jurnal Pendidikan Penabur No. 01/Th. I/Maret 2002. Universitas
          Atmajaya. Jakarta

Kotler, Philip. (2003). Manajemen Pemasaran Edisi Kesebelas. PT:
          Prenhallindo : Jakarta

Laily, Nur. (2011). Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja
           dan Kinerja Manajerial Industri Pupuk di Indonesia.
             www.jurnal.pdii.lipi.go.id Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi.
           Edisi Sepuluh. Penerbit Andi : Yogyakarta

Muljono, Pudji. (2008). Hubungan Antara Kepuasan Kerja dan Sikap Terhadap
            Profesi dengan Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian. Jurnal Transdisiplin
            Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Studi Terhadap Penyuluh
           Pertanian Bogor