PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET
NURFAHSYAHBANI
R
16513654
2PA06
1. Analisis fenomena
bullying melalui media social terhadap seseorang. Dalam lingkup psikologi,
motif apa yang sebenarnya ingin dicapai dari kegiatan tersebut.
Contoh kasus
:
Carlos
Vigil (17 tahun) Selama tiga tahun, remaja yang tinggal di Valencia County, New
Mexico, Amerika Serikat, ini diejek kawan-kawannya hanya karena berjerawat dan
memakai kacamata. Bahkan, dia dianggap seorang gay. Ray Virgil, sang ayah,
sangat geram mendengar anaknya diperlakukan seperti ini, sehingga mendesak
pemerintah setempat segera mengeluarkan peraturan tentang sanksi pidana terhadap
para pelaku bullying. Pada tanggal 13 Juli 2013, karena benar-benar tak tahan
diintimidasi terus-menerus, Carlos menulis dan memposting surat bunuh diri
melalui akun Twitter
Seperti
terlihat pada teks di atas, Carlos justru minta maaf kepada teman-temannya yang
bertahun-tahun menyakitinya. “Saya adalah orang yang tak memperoleh
ketidakadilan di dunia ini, dan sudah waktunya bagi saya untuk meninggalkan
dunia ini,” tulisnya. Carlos juga meminta teman-temannya untuk tidak menangisi
keputusannya. Dia justru minta maaf karena tidak mampu mencintai seseorang,
atau membuat seseseorang mencintainya.
“Teman-teman
di sekolah benar. Saya seorang pecundang, aneh, homo, dan sama sekali tidak
dapat diterima orang lain. Saya minta maaf, karena tidak mampu membuat
seseorang bangga. Aku bebas sekarang. Xoxo,” kata Carlos mengakhiri suratnya.
Analisis kasus :
Tindakan
mem-bully lewat media social ini disebut dengan Cyber Bullying. Dalam lingkup psikologi sebenarnya hal ini merupakan
hal yang sepele dimana seorang individu hanya berusaha mengungkapkan perasaannya
karena tidak ada seseorang yang bisa diajak bercerita sehingga ia menyalurkan
perasaannnya melalui media lain seperti media social misalnya. Motivasi
pelakunya sendiri beragam, ada yang
melakukannya karena marah dan ingin balas dendam, frustrasi, ingin mencari
perhatian bahkan ada pula yang menjadikannya sekedar hiburan pengisi waktu
luang. Tidak jarang, motivasinya kadang-kadang hanya ingin bercanda.
Anak-anak
atau remaja pelaku cyber bullying biasanya memilih untuk menganggu anak lain
yang dianggap lebih lemah, tak suka melawan dan tak bisa membela diri.
Pelakunya sendiri biasanya adalah anak-anak yang ingin berkuasa atau senang
mendominasi. Anak-anak ini biasanya merasa lebih hebat, berstatus sosial lebih
tinggi dan lebih populer di kalangan teman-teman sebayanya. Sedangkan korbannya
biasanya anak-anak atau remaja yang sering diejek dan dipermalukan karena
penampilan mereka, warna kulit, keluarga mereka, atau cara mereka bertingkah
laku di sekolah. Namun bisa juga si korban cyber bullying justru adalah anak
yang populer, pintar, dan menonjol di sekolah sehingga membuat iri teman
sebayanya yang menjadi
Cyber
bullying lebih mudah dilakukan daripada kekerasan konvensional karena si pelaku
tidak perlu berhadapan muka dengan orang lain yang menjadi targetnya. Mereka
bisa mengatakan hal-hal yang buruk dan dengan mudah mengintimidasi korbannya
karena mereka berada di belakang layar komputer atau menatap layar telelpon
seluler tanpa harus melihat akibat yang ditimbulkan pada diri korban. Peristiwa
cyberbullying juga tidak mudah di identifikasikan orang lain, seperti orang tua
atau guru karena tidak jarang anak-anak remaja ini, juga mempunyai kode-kode
berupa singkatan kata atau emoticon internet yang tidak dapat dimengerti selain
oleh mereka sendiri. Pelaku cyberbullying merasa aman dan di atas angin karena
pihak yang lebih punya kuasa (orang tua/sekolah) seringkali sama sekali buta
tentang teknologi internet dan praktek penggunaannya.
Secara
umum, cyber bullying dapat saja diintepretasikan terhadap berbagai delik yang
diatur dalam hukum pidana umum di Indonesia, yaitu yang termuat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal KUHP yang relevan dalammengatur
delik cyber bullying ini adalah yang tercantum dalam Bab XVI mengenai
Penghinaan, khususnya Pasal 310 ayat (1) dan (2).
Pasal 310
ayat (1) menyatakan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau
nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya
hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.” Sedangkan Pasal 310 ayat (2) menyatakan bahwa “Jika hal itu dilakukan
dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan di
muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah. Dari kedua pasal tersebut, maka Pasal 310 ayat (2) dinilai lebih
cocok untuk menuntut para pelaku cyber bullying. Pada dasarnya, KUHP memang
dibentuk jauh sebelum perkembangan teknologi dunia maya dicetuskan. Maka, dalam
rangka mengakomodasi pengaturan mengenai dunia maya dan segala hal yang
berkaitan dengannya, dibentuklah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentangInformasi dan Transaksi Elektronik. Dalam undang-undang ini, terdapat
pasal-pasal yang lebih sesuai untuk menjerat para pelaku cyber bullying.
Undang-undang ini menerapkan larangan dan sanksi pidana antara lain bagi :
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen.Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan (Pasal 27
ayat 1), muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat 3),
muatan pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 ayat 4);
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.Ancaman
pidananya ialah penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal 1 miliar”
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA), (Pasal 28 ayat 2);
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi (Pasal 29)
Ancaman
bagi pelaku tindak pidana diatas dapat dikenakan hukuman 6-12 tahun penjara dan
denda satu-dua miliar rupiah.
2. Jelaskan tentang
fenomena addiction yang terjadi sebagai dampak interaksi manusia.
a.
Faktor etiologi
b.
Jenis-jenis adiksinya
Menginjak
akhir tahun 1990-an perkembangan internet merebak baik di dalam maupun di luar
negeri. Dengan ditemukannya world wide web, semakin murahnya harga bahan dasar
pembuatan komputer yang berujung kepada personal computer, dan keinginan secara
umum dari manusia untuk metode penyebaran informasi mengakibatkan istilah
populer internet go to public. Siklus perputaran informasi yang tercipta
melalui wadah baru bernama internet berputar sangat cepat. Ilmu atau informasi
dalam bentuk apapun dapat diperoleh dalam hitungan menit, bahkan detik. Pada
perputaran aliran informasi yang cepat ini, tercetuslah berbagai ide untuk
saling menghubungkan manusia yang satu dengan yang lain tanpa harus terbatas
oleh jarak, ruang dan waktu. Salah satunya adalah apa yang kita dengar dan
lafalkan dengan jejaring sosial secara daring (online).
Karena
faktor-faktor diatas maka timbul suatu masalah baru yaitu Internet Addiction Disorder (IAD). atau gangguan kecanduan internet meliputi
segala macam hal yang berhubungan dengan internet seperti jejaring sosial,
email, pornografi, judi online, game online, chatting dan lain-lain. Jenis
gangguan ini memang tidak tercantum pada manual diagnostik dan statistik
gangguan mental, atau yang biasa disebut dengan DSM, namun secara bentuk
dikatakan dekat dengan bentuk kecanduan akibat judi, selain itu badan himpunan
psikolog di Amerika Serikat secara formal menyebutkan bahwa kecanduan ini
termasuk dalam salah satu bentuk gangguan.
Adiksi
terhadap internet terlihat dari intensi waktu yang digunakan seseorang untuk
terpaku di depan komputer atau segala macam alat elektronik yang memiliki
koneksi internet, dimana akibat banyaknya waktu yang mereka gunakan untuk
online membuat mereka tidak peduli dengan kehidupan mereka yang terancam diluar
sana, seperti nilai yang buruk disekolah atau mungkin kehilangan pekerjaan dan
bahkan meninggalkan orang-orang yang mereka sayangi.
Beberapa
bentuk gejala kecanduan ditunjukkan dengan kurangnya tidur, kelelahan, nilai
yang buruk, performa kerja yang menurun, lesu dan kurangnya fokus. Penderita
juga cenderung kurang terlibat dalam aktivitas dan hubungan sosial. penderita
akan berbohong tentang berapa lama waktu yang mereka gunakan untuk online dan
juga tentang permasalahan-permasalahan yang mereka tunda karenanya. Dalam
keadaan offline mereka menjadi pribadi yang lekas marah saat ada yang
menanyakan berapa lama waktu yang mereka gunakan untuk berinternet.
Dr Ronald
Pies, profesor psikiatri dari SUNY Upstate Medical University, New York,
mengatakan “Kebanyakan dari orang-orang yang kecanduan internet adalah mereka
yang mengalami depresi berat, kecemasan, atau orang yang tak bisa
bersosialisasi sehingga mereka sulit untuk bertemu muka dengan orang lain
secara langsung.” Dari hal tersebut maka diketahui bahwa kecenderungan
kecanduan ini dimiliki oleh mereka yang memiliki gangguan dalam dunia nyata,
sehingga internet merupakan salah satu media ‘pelarian’ mereka.
a.
FACTOR ETIOLOGI
Kecanduan
didefinisikan sebagai dorongan kebiasaan untuk terlibat dalam aktivitas
tertentu atau menggunakan zat, bukan dengan berdiri konsekuensi buruk pada
individu fisik, sosial, spiritual, mental, dan kesejahteraan finansial.
Alih-alih mengatasi hambatan hidup, mengatasi stres sehari-hari dan menghadapi
trauma masa lalu atau sekarang, pecandu merespon maladaptif dengan beralih ke
mekanisme koping semu. Biasanya, kecanduan memanifestasikan karakteristik
psikologis dan fisik. Sebagai kecanduan perilaku, fokus pada isu-isu psikologis
yang meningkatkan konsumsi internet adalah membantu untuk membantu dalam
pemahaman klinis mengapa orang berlebihan.
1. Cognitive-behavioral
Model
Kecanduan
teknologi sebagai bagian dari kecanduan perilaku: kecanduan internet
menampilkan komponen inti dari kecanduan (kedudukan kentara, mood modifikasi,
toleransi, penarikan, konflik dan kambuh). Dari perspektif ini, pecandu
internet ditampilkan arti-penting kegiatan, sering mengalami keinginan dan
perasaan disibukkan dengan internet saat offline. Ia juga menunjukkan bahwa
menggunakan internet sebagai cara untuk menghindari perasaan mengganggu,
mengembangkan toleransi internet untuk mencapai kepuasan, mengalami penarikan,
kapan mengurangi penggunaan intenet, penderitaan saat meningkatnya konflik
dengan orang lain karena aktivitas, dan kambuh kembali ke internet juga
tanda-tanda kecanduan. Model ini telah diterapkan pada perilaku seks tersebut,
berjalan, konsumsi makanan, dan perjudian.
2. Neuropsychological
Model
Seorang
individu akan diklasifikasikan sebagai pecandu internet asalkan ia memenuhi
siapa pun dari tiga kondisi berikut: (1) salah satu akan merasa bahwa lebih
mudah untuk mencapai aktualisasi diri secara online daripada di kehidupan
nyata, (2) salah satu akan pengalaman dysphoria dan depresi setiap kali akses
ke internet rusak atau kusut berfungsi, (3) orang akan mencoba untuk
menyembunyikan waktu penggunaan yang benar nya dari anggota keluarga.
3. Situational
Factors
Faktor situasional berperan dalam pengembangan
kecanduan internet. individu yang merasa kewalahan atau yang mengalami masalah
pribadi atau yang experince mengubah hidup acara seperti divorve arecent,
relokasi, atau kematian dapat menyerap diri dalam dunia maya yang penuh fantasi
dan intrik
Ketidakmampuan
seseorang dalam mengontol diri untuk terkoneksi dengan internet dan melakukan
kegiatan bersamanya adalah cikal bakal dari lahirnya bentuk kecanduan ini, bahkan
di Amerika Serikat sendiri telah berdiri panti rehabilitasi untuk menyembuhkan
bentuk kecanduan khusus internet. kebiasaan yang tidak terkendali memang
terkadang dapat menimbulkan petaka tersendiri bagi diri kita, dengan tidak bisa
mengatur lamanya durasi berinternet, menghabiskan waktu dan menghancurkan semua
tanggung jawab dalam kehidupannya.
Contoh dari Internet Addiction
Disorder adalah
1. Kecanduan game online :
contoh kasusnya adalah seorang anak
ber-umur 16 tahun yang masih bersekolah di bangku SMA telah kecanduan game
online yang bernama “Ayodance” dia terus memainkan game itu sampai larut malam
, begadang dan bahkan dia lakukan setiap hari sampai dia bolos sekolah demi
memainkan game online, dan tidak jarang dia menghabiskan uang berjuta juta
untuk membeli Voucher untuk “char” game online tersebut, sampai-sampai menginap
2malam di warnet.
Kecanduan Jejaring social : siapa yang tidak tahu jejaring social
“Twitter, Facebook, Line, BBM, Whatssap” hampir semua tau. Dari orang dewasa
hingga anak kecil yang masih bersekolah di bangku Sekolah dasar. Tidak sedikit
dari mereka kecanduan jejaring social ini. Kasus terbanyak yang mengalami
kecanduang jejaring social berada pada anak remaja. Mereka menghabiskan waktu
lebih dari 10 jam untuk hanya sekedar membuka situs jejaring social dari bangun
tidur hingga mau tidur mereka pasti tidak lupa mengecek jejaring social mereka
. akibatnya ada yang sampai lupa makan, lupa ibadah, lupa mengerjakan tugas .
waktu mereka terbuang sia sia hanya untuk jejaring social.
b.
Jenis-jenis Adiksi Internet
a. Cybersexual Addiction,
Termasuk ke dalam cybersexual addiction antara lain adalah
individu yang secara kompulsif mengunjungi website-website khusus orang dewasa,
melihat hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas yang tersaji secara
eksplisit, dan terlibat dalam pengunduhan dan distribusi gambar-gambar dan
file-file khusus orang dewasa.
b. Cyber-Relationship Addiction
Cyber-relationship addiction mengacu pada individu yang senang
mencari teman atau relasi secara online. Individu tersebut menjadi kecanduan
untuk ikut dalam layanan chat room dan seringkali menjadi terlalu-terlibat
dalam hubungan pertemanan online atau terikat dalam perselingkuhan virtual.
c. Net compulsions
Yang termasuk dalam sub tipe net compulsions misalnya perjudian
online, belanja online, dan perdagangan online.
d. Information Overload
Information overload mengacu pada web surfing yang bersifat
kompulsif.
e. Computer Addiction
Salah satu bentuk dari computer addiction adalah bermain game
komputer yang bersifat obsesif.