Minggu, 02 November 2014

PSIKOLOGI DAN TEKNOLOGI INTERNET
NURFAHSYAHBANI R
16513654
2PA06
1.       Analisis fenomena bullying melalui media social terhadap seseorang. Dalam lingkup psikologi, motif apa yang sebenarnya ingin dicapai dari kegiatan tersebut.
Contoh kasus :
Carlos Vigil (17 tahun) Selama tiga tahun, remaja yang tinggal di Valencia County, New Mexico, Amerika Serikat, ini diejek kawan-kawannya hanya karena berjerawat dan memakai kacamata. Bahkan, dia dianggap seorang gay. Ray Virgil, sang ayah, sangat geram mendengar anaknya diperlakukan seperti ini, sehingga mendesak pemerintah setempat segera mengeluarkan peraturan tentang sanksi pidana terhadap para pelaku bullying. Pada tanggal 13 Juli 2013, karena benar-benar tak tahan diintimidasi terus-menerus, Carlos menulis dan memposting surat bunuh diri melalui akun Twitter
 http://astriisept.files.wordpress.com/2014/05/bullying-21.jpg
Seperti terlihat pada teks di atas, Carlos justru minta maaf kepada teman-temannya yang bertahun-tahun menyakitinya. “Saya adalah orang yang tak memperoleh ketidakadilan di dunia ini, dan sudah waktunya bagi saya untuk meninggalkan dunia ini,” tulisnya. Carlos juga meminta teman-temannya untuk tidak menangisi keputusannya. Dia justru minta maaf karena tidak mampu mencintai seseorang, atau membuat seseseorang mencintainya.
“Teman-teman di sekolah benar. Saya seorang pecundang, aneh, homo, dan sama sekali tidak dapat diterima orang lain. Saya minta maaf, karena tidak mampu membuat seseorang bangga. Aku bebas sekarang. Xoxo,” kata Carlos mengakhiri suratnya.
Analisis kasus  :
                Tindakan mem-bully lewat media social ini disebut dengan Cyber Bullying. Dalam lingkup psikologi sebenarnya hal ini merupakan hal yang sepele dimana seorang individu hanya berusaha mengungkapkan perasaannya karena tidak ada seseorang yang bisa diajak bercerita sehingga ia menyalurkan perasaannnya melalui media lain seperti media social misalnya. Motivasi pelakunya  sendiri beragam, ada yang melakukannya karena marah dan ingin balas dendam, frustrasi, ingin mencari perhatian bahkan ada pula yang menjadikannya sekedar hiburan pengisi waktu luang. Tidak jarang, motivasinya kadang-kadang hanya ingin bercanda.
Anak-anak atau remaja pelaku cyber bullying biasanya memilih untuk menganggu anak lain yang dianggap lebih lemah, tak suka melawan dan tak bisa membela diri. Pelakunya sendiri biasanya adalah anak-anak yang ingin berkuasa atau senang mendominasi. Anak-anak ini biasanya merasa lebih hebat, berstatus sosial lebih tinggi dan lebih populer di kalangan teman-teman sebayanya. Sedangkan korbannya biasanya anak-anak atau remaja yang sering diejek dan dipermalukan karena penampilan mereka, warna kulit, keluarga mereka, atau cara mereka bertingkah laku di sekolah. Namun bisa juga si korban cyber bullying justru adalah anak yang populer, pintar, dan menonjol di sekolah sehingga membuat iri teman sebayanya yang menjadi
Cyber bullying lebih mudah dilakukan daripada kekerasan konvensional karena si pelaku tidak perlu berhadapan muka dengan orang lain yang menjadi targetnya. Mereka bisa mengatakan hal-hal yang buruk dan dengan mudah mengintimidasi korbannya karena mereka berada di belakang layar komputer atau menatap layar telelpon seluler tanpa harus melihat akibat yang ditimbulkan pada diri korban. Peristiwa cyberbullying juga tidak mudah di identifikasikan orang lain, seperti orang tua atau guru karena tidak jarang anak-anak remaja ini, juga mempunyai kode-kode berupa singkatan kata atau emoticon internet yang tidak dapat dimengerti selain oleh mereka sendiri. Pelaku cyberbullying merasa aman dan di atas angin karena pihak yang lebih punya kuasa (orang tua/sekolah) seringkali sama sekali buta tentang teknologi internet dan praktek penggunaannya.
Secara umum, cyber bullying dapat saja diintepretasikan terhadap berbagai delik yang diatur dalam hukum pidana umum di Indonesia, yaitu yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal KUHP yang relevan dalammengatur delik cyber bullying ini adalah yang tercantum dalam Bab XVI mengenai Penghinaan, khususnya Pasal 310 ayat (1) dan (2).
Pasal 310 ayat (1) menyatakan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Sedangkan Pasal 310 ayat (2) menyatakan bahwa “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dari kedua pasal tersebut, maka Pasal 310 ayat (2) dinilai lebih cocok untuk menuntut para pelaku cyber bullying. Pada dasarnya, KUHP memang dibentuk jauh sebelum perkembangan teknologi dunia maya dicetuskan. Maka, dalam rangka mengakomodasi pengaturan mengenai dunia maya dan segala hal yang berkaitan dengannya, dibentuklah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentangInformasi dan Transaksi Elektronik. Dalam undang-undang ini, terdapat pasal-pasal yang lebih sesuai untuk menjerat para pelaku cyber bullying. Undang-undang ini menerapkan larangan dan sanksi pidana antara lain bagi :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen.Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan (Pasal 27 ayat 1), muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat 3), muatan pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 ayat 4);
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.Ancaman pidananya ialah penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal 1 miliar”
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), (Pasal 28 ayat 2);
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29)
Ancaman bagi pelaku tindak pidana diatas dapat dikenakan hukuman 6-12 tahun penjara dan denda satu-dua miliar rupiah.




2.       Jelaskan tentang fenomena addiction yang terjadi sebagai dampak interaksi manusia.
a.       Faktor etiologi
b.      Jenis-jenis adiksinya

Menginjak akhir tahun 1990-an perkembangan internet merebak baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan ditemukannya world wide web, semakin murahnya harga bahan dasar pembuatan komputer yang berujung kepada personal computer, dan keinginan secara umum dari manusia untuk metode penyebaran informasi mengakibatkan istilah populer internet go to public. Siklus perputaran informasi yang tercipta melalui wadah baru bernama internet berputar sangat cepat. Ilmu atau informasi dalam bentuk apapun dapat diperoleh dalam hitungan menit, bahkan detik. Pada perputaran aliran informasi yang cepat ini, tercetuslah berbagai ide untuk saling menghubungkan manusia yang satu dengan yang lain tanpa harus terbatas oleh jarak, ruang dan waktu. Salah satunya adalah apa yang kita dengar dan lafalkan dengan jejaring sosial secara daring (online).
Karena faktor-faktor diatas maka timbul suatu masalah baru yaitu Internet  Addiction Disorder (IAD).  atau gangguan kecanduan internet meliputi segala macam hal yang berhubungan dengan internet seperti jejaring sosial, email, pornografi, judi online, game online, chatting dan lain-lain. Jenis gangguan ini memang tidak tercantum pada manual diagnostik dan statistik gangguan mental, atau yang biasa disebut dengan DSM, namun secara bentuk dikatakan dekat dengan bentuk kecanduan akibat judi, selain itu badan himpunan psikolog di Amerika Serikat secara formal menyebutkan bahwa kecanduan ini termasuk dalam salah satu bentuk gangguan.
Adiksi terhadap internet terlihat dari intensi waktu yang digunakan seseorang untuk terpaku di depan komputer atau segala macam alat elektronik yang memiliki koneksi internet, dimana akibat banyaknya waktu yang mereka gunakan untuk online membuat mereka tidak peduli dengan kehidupan mereka yang terancam diluar sana, seperti nilai yang buruk disekolah atau mungkin kehilangan pekerjaan dan bahkan meninggalkan orang-orang yang mereka sayangi.
Beberapa bentuk gejala kecanduan ditunjukkan dengan kurangnya tidur, kelelahan, nilai yang buruk, performa kerja yang menurun, lesu dan kurangnya fokus. Penderita juga cenderung kurang terlibat dalam aktivitas dan hubungan sosial. penderita akan berbohong tentang berapa lama waktu yang mereka gunakan untuk online dan juga tentang permasalahan-permasalahan yang mereka tunda karenanya. Dalam keadaan offline mereka menjadi pribadi yang lekas marah saat ada yang menanyakan berapa lama waktu yang mereka gunakan untuk berinternet.
Dr Ronald Pies, profesor psikiatri dari SUNY Upstate Medical University, New York, mengatakan “Kebanyakan dari orang-orang yang kecanduan internet adalah mereka yang mengalami depresi berat, kecemasan, atau orang yang tak bisa bersosialisasi sehingga mereka sulit untuk bertemu muka dengan orang lain secara langsung.” Dari hal tersebut maka diketahui bahwa kecenderungan kecanduan ini dimiliki oleh mereka yang memiliki gangguan dalam dunia nyata, sehingga internet merupakan salah satu media ‘pelarian’ mereka.

a.       FACTOR ETIOLOGI

Kecanduan didefinisikan sebagai dorongan kebiasaan untuk terlibat dalam aktivitas tertentu atau menggunakan zat, bukan dengan berdiri konsekuensi buruk pada individu fisik, sosial, spiritual, mental, dan kesejahteraan finansial. Alih-alih mengatasi hambatan hidup, mengatasi stres sehari-hari dan menghadapi trauma masa lalu atau sekarang, pecandu merespon maladaptif dengan beralih ke mekanisme koping semu. Biasanya, kecanduan memanifestasikan karakteristik psikologis dan fisik. Sebagai kecanduan perilaku, fokus pada isu-isu psikologis yang meningkatkan konsumsi internet adalah membantu untuk membantu dalam pemahaman klinis mengapa orang berlebihan.
1.       Cognitive-behavioral Model
Kecanduan teknologi sebagai bagian dari kecanduan perilaku: kecanduan internet menampilkan komponen inti dari kecanduan (kedudukan kentara, mood modifikasi, toleransi, penarikan, konflik dan kambuh). Dari perspektif ini, pecandu internet ditampilkan arti-penting kegiatan, sering mengalami keinginan dan perasaan disibukkan dengan internet saat offline. Ia juga menunjukkan bahwa menggunakan internet sebagai cara untuk menghindari perasaan mengganggu, mengembangkan toleransi internet untuk mencapai kepuasan, mengalami penarikan, kapan mengurangi penggunaan intenet, penderitaan saat meningkatnya konflik dengan orang lain karena aktivitas, dan kambuh kembali ke internet juga tanda-tanda kecanduan. Model ini telah diterapkan pada perilaku seks tersebut, berjalan, konsumsi makanan, dan perjudian.

2.       Neuropsychological Model
Seorang individu akan diklasifikasikan sebagai pecandu internet asalkan ia memenuhi siapa pun dari tiga kondisi berikut: (1) salah satu akan merasa bahwa lebih mudah untuk mencapai aktualisasi diri secara online daripada di kehidupan nyata, (2) salah satu akan pengalaman dysphoria dan depresi setiap kali akses ke internet rusak atau kusut berfungsi, (3) orang akan mencoba untuk menyembunyikan waktu penggunaan yang benar nya dari anggota keluarga.

3.       Situational Factors
 Faktor situasional berperan dalam pengembangan kecanduan internet. individu yang merasa kewalahan atau yang mengalami masalah pribadi atau yang experince mengubah hidup acara seperti divorve arecent, relokasi, atau kematian dapat menyerap diri dalam dunia maya yang penuh fantasi dan intrik

Ketidakmampuan seseorang dalam mengontol diri untuk terkoneksi dengan internet dan melakukan kegiatan bersamanya adalah cikal bakal dari lahirnya bentuk kecanduan ini, bahkan di Amerika Serikat sendiri telah berdiri panti rehabilitasi untuk menyembuhkan bentuk kecanduan khusus internet. kebiasaan yang tidak terkendali memang terkadang dapat menimbulkan petaka tersendiri bagi diri kita, dengan tidak bisa mengatur lamanya durasi berinternet, menghabiskan waktu dan menghancurkan semua tanggung jawab dalam kehidupannya.
Contoh dari Internet Addiction Disorder adalah
1.   Kecanduan game online : contoh kasusnya adalah  seorang anak ber-umur 16 tahun yang masih bersekolah di bangku SMA telah kecanduan game online yang bernama “Ayodance” dia terus memainkan game itu sampai larut malam , begadang dan bahkan dia lakukan setiap hari sampai dia bolos sekolah demi memainkan game online, dan tidak jarang dia menghabiskan uang berjuta juta untuk membeli Voucher untuk “char” game online tersebut, sampai-sampai menginap 2malam di warnet.
Kecanduan Jejaring social : siapa yang tidak tahu jejaring social “Twitter, Facebook, Line, BBM, Whatssap” hampir semua tau. Dari orang dewasa hingga anak kecil yang masih bersekolah di bangku Sekolah dasar. Tidak sedikit dari mereka kecanduan jejaring social ini. Kasus terbanyak yang mengalami kecanduang jejaring social berada pada anak remaja. Mereka menghabiskan waktu lebih dari 10 jam untuk hanya sekedar membuka situs jejaring social dari bangun tidur hingga mau tidur mereka pasti tidak lupa mengecek jejaring social mereka . akibatnya ada yang sampai lupa makan, lupa ibadah, lupa mengerjakan tugas . waktu mereka terbuang sia sia hanya untuk jejaring social.

b.      Jenis-jenis Adiksi Internet

a. Cybersexual Addiction,
Termasuk ke dalam cybersexual addiction antara lain adalah individu yang secara kompulsif mengunjungi website-website khusus orang dewasa, melihat hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas yang tersaji secara eksplisit, dan terlibat dalam pengunduhan dan distribusi gambar-gambar dan file-file khusus orang dewasa.

b. Cyber-Relationship Addiction
Cyber-relationship addiction mengacu pada individu yang senang mencari teman atau relasi secara online. Individu tersebut menjadi kecanduan untuk ikut dalam layanan chat room dan seringkali menjadi terlalu-terlibat dalam hubungan pertemanan online atau terikat dalam perselingkuhan virtual.

c. Net compulsions
Yang termasuk dalam sub tipe net compulsions misalnya perjudian online, belanja online, dan perdagangan online.

d. Information Overload
Information overload mengacu pada web surfing yang bersifat kompulsif.

e. Computer Addiction

Salah satu bentuk dari computer addiction adalah bermain game komputer yang bersifat obsesif.