Minggu, 01 November 2015

Psikologi Manajemen : Leadership

Psikologi manajemen
Leadersip

Description: Description: C:\Users\LENOVO PC\Downloads\download.jpg


By:
Kelompok Pisang

1. Adam Prasentiatara          `           (10513117)
2. Dhea Zahra A                                (12513220)
3. Mega Elvira                                   (15513384)
4. Nurfahsyahbani R                                    (16513654)
5. Ridho Maulana H                         (17513625)




Kelas 3PA 06
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan individu lain serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Hidup berkelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.







Bab II
ISI

1.      Teori Leadership
Berikut beberapa teori tentang Leadership menurut beberapa ahli:

·         Winardi (2000 ; 47)
Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern.
·         Wexley dan Yuki (2003 ; 189 )
Kepemimpinan adalah mempengaruhi orang untuk melakukan usaha lebih banyak dalam sejumlah tugas atau mengubah perilakunya.
·         Ordway Tead
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
·         Rauch & Behling (1984)
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang di organisasi ke arah pencapaian tujuan.
·         Katz & Kahn (1978)
Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada, dan berada diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.
·         Stephen J.Carrol & Henry L.Tosj (1977)
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang-orang lain untuk melakukan apa yang kamu inginkan dari mereka untuk mengerjakannya.

            Berdasarkan Teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa Leaderhip (Kepemimpinan) adalah kemampuan pada diri seseorang yang memimpin bertujuan untuk  mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikutnya atau anggotanya yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.


2.     Teori Kepemimpinan Partisipatif
Tipe kepemimpinan partisipatif lebih merujuk pada kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seimbang antara pemimpin dan bawahan, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Komunikasi dua arah makin bertambah frekuensinya, pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya. Keikutsertaan bawahan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan makin banyak, sebab pemimpin berpendapat bahwa bawahan telah memiliki kecakapan dan pengetahuan yang cukup luas untuk menyelesaikan tugas. Tipe ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

-          Pemimpin memberikan dukungan tinggi dan sedikit/rendah pengarahan.
-           Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipegang secara berganti antara pemimpin dan bawahan.
-          Komunikasi dua arah ditingkatkan.
-          Pemimpin mendengarkan bawahan secara aktif.
-          Tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar pada bawahan.















a.      Teori X dan Teori Y dari Douglas McGregor
Teori perilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
·        Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.

Teori X memberikan petuah manajer harus memberikan pengawasan yang ketat, tugas-tugas yang jelas, dan menetapkan imbalan atau hukuman. Hal tersebut, karena manusia lebih suka diawasi daripada bebas, segan bertanggung jawab, malas dan ingin aman saja, motivasi utamanya memperoleh uang dan takut sanksi. Contoh individu dengan teori X : Pekerja bangunan.

-          Keuntungan Teori X : Karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi.
-          Kelemahan Teori X : Karyawan malas, berperasaan irrasional, tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin.

·         Teori Y
Teori Y memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Individu yang berperilaku teori Y mempunyai sifat : suka bekerja, commit pada pekerjaan, suka mengambil tanggung jawab, suka memimpin, biasanya orang pintar. Contoh orang dengan teori Y : manajer yang berorientasi pada kinerja.
-          Keuntungan teori Y :
a.        Pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri,
b.      Tanggung jawab,
c.       Inisiatif tinggi,
d.      Pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan.

-           Kelemahan Teori Y : Apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan tidak selalu menuntut kepada perusahaan



























b.     Teori Sistem 4 dari Rensis Linkert

1)      Asumsi dasar
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat system:

§  Sistem pertama (exploitive authoritative)
Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan, suka mengekplotasi bawahan, bersikap paternalistik memotivasi dengan memberi ketakutan dan hukuman-hukuman, diselang seling pemberian penghargaan yang secara kebetulan (occasional reward), hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas.

§  Sistem kedua (benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati)
Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitive terhadap kebutuhan karyawan. Mempunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan, bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.

§   Sistem ketiga (manajer konsultatif)
Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya dalam perkara kalau ia memerlukan informasi, ide atau pendapat bawahan; masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya; mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan; dan juga berkehendak melakukan partisipasi; menetapkan dua pola hubungan komunikasi, iaitu ke atas dan ke bawah; membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah; bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasan.

§   Sistem keempat (partisipative group/kelompok partisipatif)
Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan; dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan, dan mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif; memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis dengan berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan terutama dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut; mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar; bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan




\














c.      Teori of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum dan Scmid
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H.Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pimpinan mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, dimana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Perilaku demokratis, perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan.
Menurut teori continuum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:
-          Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
-           Pemimpin menjualkan dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
-          Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan. Pemimpin memberiakn keputusan tentative dan keputusan masih dapat diubah.
-          Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
-          Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
-          Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).

Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar:
1. Berorientasi kepada pemimpin.
2. Berorientasi kepada bawahan.


d.     Teori kepemimpinan dari konsep Modern Choice Approach to Participation
·         Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
-          AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.
-          AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral.
-          CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
-          CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
-          GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.
Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).
Ø  Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
Ø  Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.
Ø  Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
Ø  Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
Ø  Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
Ø  Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.
Ø  Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.
Ø   
Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain. Hal-hal yang harus diperhatikan :
·         Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah
·         Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan yang termasuk dalam keefektifan keputusan antara lain : kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
·         Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
·         Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan.
































e.      Contigency Theory of Leadership dari Fiedler
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang atau hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).

Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Misalnya:
-          Meminta orang tertentu untuk bekerja dalam kelompok
-          Memindahkan bawahan tertentu ke luar dari unit
-          Sukarela mengarahkan, mengajarkan dan menegur bawahan yang bandel atau sulit diatur
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Misalnya:
-          Jika mungkin, memberikan tugas baru atau tidak biasa pada kelompok
-          Bagi tugas menjadi subtugas yang lebih kecil sehingga lebih terstruktur
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions). Misalnya:
-          Tunjukkan pada bawahan siapa yang berkuasa dengan menerapkan seluruh otoritas yang Anda miliki
-          Pastikan informasi pada kelompok hanya dapat diperoleh melalui anda
-          Biarkan bawahan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan









f.       Path Goal Theory
Salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal. Teori path-goal adalah suatu model kontingensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Menurut teori path goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).

Model kepemimpinan path goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.

Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1)      Fungsi Pertama yaitu memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagai mana cara kerja yang diperlukan dalam menyelesaikan tugasnya.
2)      Fungsi Kedua yaitu meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.

Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003):

1.      Kepemimpinan pengarah (directive leadership)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.

2.      Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)
Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3.      Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4.      Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.

Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).

·         Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:

a.    Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
b.    Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c.    Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.

·         Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
a.       Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
b.      Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.

Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
a.       Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
b.      Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
c.       Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.































BAB III
KESIMPULAN & SARAN
·         Kesimpulan
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.
Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

·         Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.



Daftar Pustaka
Birch, P. 2001. Kepemimpinan, Dasar- dasar dan Pengembangannya. Erlangga. Jakarta.
Bower, Marvin. 1997. Beyond Leadership. McKinsey & Company Inc.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar